Fase Perang Eksistensi Dunia, Sunni VS Syiah

Fase Perang Eksistensi Dunia, Sunni VS Syiah. Oleh: Abu Fatih Abdurrahman S. Prahara akhir zaman semakin terus menyeruak dan membangunkan kesadaran kaum muslimin untuk segera mengambil posisi dalam pertarungan eksistensi ini. Perang-perang yang seolah-olah dicicil satu demi satu diberbagai wilayah kaum muslimin terus dilancarkan kekuatan kuffar dunia. Aliansi kafir sedunia yang melibatkan Yahudi, Nasrani dan kaum Musyrikin tampaknya sadar akan bahayanya kekuatan Ummat Islam jika bersatu dalam sebuah front perlawanan terhadap eksistensi dan hegemoni dunia yang mereka pegang hari ini. Oleh sebab itu, melalui pernyataan pongah seorang Fir’aun yang sudah pensiun, G.W. Bush pasca serangan 9/11, Amerika Serikat sebagai lokomotif kekufuran dunia, ia mengatakan: “ Either you are with us or with the terorist!”
Fase Perang Eksistensi Dunia, Sunni VS Syiah

Amerika dan sekutunya kemudian menggalang kekuatan negara-negara Internasional untuk ikut dalam kampanye Gobal War on Terorism (GWOT) yang pada hakekatnya ditujukan untuk membrangus kaum Mujahidin secara cepat dan terbatas demi memurtadkan seluruh kaum muslimin sedunia secara luas dan tanpa batas. Yakni kemurtadan yang diakibatkan adanya loyalitas para penguasa dan rakyat muslim kepada Amerika dan sekutunya .

Perhatikan firman Alloh Azza wa Jalla dibawah ini:

“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqoroh: 217)

Firman-Nya juga yang menjelaskan kemurtadan orang-orang Islam karena berwala’ (loyal) kepada hegemoni kekufuran:

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maa-idah: 51)

Maka sebagai sebuah kelompok dari Kaum Muslimin yang menyadari hakekat Perang Eksistensi disepertiga abad pada awal paruh seratus tahun ke-15 Hijriyah ini, Jama’ah Anshorut Tauhid berusaha memposisikan diri untuk juga mampu mengambil peran perlawanan bersama kaum muslimin lainnya terhadap kekuatan kufur lokal maupun global dalam segenap kemampuan yang dimilikinya. Tampak jelas dalam Khiththoh JAT bagian Latar Belakangnya, JAT berupaya membangun kesadaran para a’dho-nya terhadap realitas sejarah dan kekinian sehingga diharapkan entitas JAT sanggup memasuki medan makro realita dalam pertarungan eksistensi yang memiliki doktrin: To Be or Not To Be. Jika kita tidak mampu melawan apalagi sudah kehilangan kemampuan bertahan maka bisa dipastikan datangnya kepunahan.

Fase Pertarungan Eksistensi menurut Khiththoh JAT

Marilah kita buka mata kepala dan mata hati kita lebar-lebar, sebagaimana yang difirmankan Alloh Jalla wa ‘Alaa, bahwa musuh–musuh Islam tidak akan pernah merasa cukup hanya dengan hanya menghancurkan fikrah dan aqidah ummat Islam namun serangan keji dan pembunuhan massal yang bengis juga akan terus mereka lancarkan kepada Ummat Islam dimana saja. Maka kesadaran untuk bergerak melakukan perubahan sangat terkait dengan kepahaman Diinul Islam yang dipadukan dengan kesadaran realita hari ini dan idealisme masa depan yang dibangun dari kesadaran sejarah masa lalu

(1) Fase serbuan Musyrikin Mongol kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad dan negri-negri Islam lainnya.

Ekspansi Mongol atau Tartar yang dipimpin Hulago Khan cucu dari Gengis Khan yang meninggal pada tahun 624 Hijriyah, berhasil menduduki Baghdad pada tahun 656 Hijriyah dengan mengerahkan tidak kurang dari 200.000 tentaranya dan ditambah lagi pengkhianatan salah satu mentri khalifah yang berasal dari kalangan Syi’ah. Di kota Baghdad Hulago menumpahkan kebenciannya pada Islam, ia memerintahkan untuk membunuh seluruh penduduk Baghdad. Tak terkecuali khalifah yang berkuasa saat itu Al Mu’tashim Billah, yang merupakan khalifah terakhir Dinasti Abbasiyyah. Beberapa sejarawan berbeda pendapat tentang jumlah umat Islam yang terbunuh di Baghdad. Sebagian mengatakan 800.000 ribu orang, 1.800.000 ribu orang dan bahkan ada yang mengatakan 2 juta orang terbunuh di Bagdad. Wajar jika yang meninggal dalam jumlah sangat besar, karena pedang-pedang prajurit Hulago tidak berhenti selama 40 hari menebas leher orang-orang Islam, hingga diberitakan saat itu Baghdad basah memerah dibanjiri darah kaum muslimin yang dibantai orang-orang biadab ini!

Pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulago kemudian merubah arah ekspansinya dari Baghdad menuju Syiria. Dengan didukung kekuatan yang lengkap mereka dengan mudah menaklukkan wilayah Haleb dan membunuhi penduduknya. Di Timur jauh wilayah Mongolia, terjadi perpecahan antara para pejabat dan panglima perang Mongol dalam masalah kekuasaan. Oleh karena itulah Hulago panglima besar Mongol kembali ke negerinya untuk melihat langsung pertikaian itu. Ia menyerahkan tapuk kepemimpinan di wilayah Syiria kepada salah seorang jendralnya yang bernama Kitbuqa. Pasukan Islam saat itu dipimpin oleh Al Mudzaffar Saifuddin Qutuz dan Dzahir Pepris. Dua pasukan itu bertemu di suatu tempat yang dikenal dengan ‘Ain Jalut. Perang itu sendiri pecah pada hari Jum’at, 25 Ramadhan tahun 658 H, dua tahun setelah Hulago membumihanguskan Bagdad. Pada perang di ‘Ain Jalut ini pasukan Islam memperoleh kemenangan dan berhasil menghancurkan tentara Mongol. Bahkan pangeran Jamaluddin Aqusyi mampu menerobos kejantung pertahanan musuh dan membunuh panglima perang Mongol Kitbuqa. Kekalahan di ‘Ain Jalut merupakan kekalahan pertama Mongol.

(2) Fase Jatuhnya Andalusia dan Serbuan Kafir Salibis ke negri-negri Islam.

Tanggal 15 Juli 1099, sekitar 70.000 orang Islam dibantai di Yerussalem ketika pasukan militer dengan lambang Salib menyerbu kota itu. Padahal di kota itu hidup berdampingan secara damai ummat dari tiga agama besar dunia (Islam, Kristen dan Yahudi) dimasa kekuasaan Islam sebelumnya. Yakni sejak tahun 639 M. Khalifah Umar bin Khattab rodhiyallohu ‘anhu memeluk erat Patriach Partisius Shopronius di pintu gerbang kota, sesaat tentara kaum Muslimin berhasil membebaskan kota Yerussalem. Bahkan Gereja Kebangkitan (The Churc of Ressurection ) secara khusus dilindungi pasukan Islam dibawah komando seorang perwira muslim terbaik kepercayaan Umar rodhiyallohu ‘anhu yaitu Nusaibah rodhiyallohu ‘anhu, dimana kaum Kristiani percaya bahwa gereja itu dibangun diatas kuburan Yesus Kristus.

Tanggal 2 Januari 1492, Tidak kurang daru 3.000.000 orang mulim dibunuh, dibakar hidup-hidup dan diusir secara hina dari Bumi Spanyol (Andalusia) oleh pasukan Salib dibawah pimpinan Raja Ferdinand dan Ratu Issabela (Katolik). Lalu, Kardinal De Beyder mengangkat Salib diatas Istana Al Hambra (Istana Merah) sebagai tanda jatuhnya kekuatan Islam di Eropa. Padahal Islam datang ke Eropa saat Eropa diselimuti alam kegelapan (The Dark Ages), Islam datang membawa petunjuk dan pencerahan hingga Andalusia memiliki Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan dimana berbagai golongan dan kelompok agama bebas belajar disana. Namun Eropa Nasrani mambalasnya dengan pembantaian secara besar – besaran.

Kejatuhan Islam di Eropa seakan menjadi motivasi yang hebat bagi bangsa – bangsa Eropa Nashrani seperti Spanyol, Inggris, Portugis, Belanda, Perancis, Italia dan lain – lain untuk melakukan penjelajahan dan penjajahan negeri-negeri Muslim di luar Eropa. Pada akhir abad ke-15 Masehi, kapal-kapal layar besar – besaran dengan lambang Salib yang besar pada bendera dan layar layar mereka, mendatangi dan merampas banyak negri Mulim di Asia dan Afrika. Misi Gold (Emas), Glory (Kejayaan) dan Gospel (Penyebaran agama Kristen) menjiwai petualangan Terorisisme danImperialisme mereka.

Perjanjian Thordesiles pada tahun 1521 yang direstui Paus di Vatikan (Roma) membagi Dunia menjadi:

* Seluruh Amerika Tengah dan Selatan, Kepulauan Hawwai, Guam dan Filiphina daerah lautanPasifik diberikan Imperium Spanyol.
* Sementara Imperum Portugal menguasai daerah yang membentang dari Brazilia kearah timur sepanjang Pantai benua Afrika, Asia Selatan, dari Malaka sampai Maluku.Angkatan laut mereka sampai dengan sukses di negri – negri tujuannya dan berhasil merampas serta menghancurkan pusat – pusat Islam di Asia serta menjadikan kaum muslimin yang mendiami negri- negri itu sebagai anak jajahan yang hina dan terkalahkan.

Belanda dengan VOC-nya sampai ke Nusantara tahun 1602 dan berhasil meluaskan taklukannya keseluruh penjuru Nusantara, menguasai dan menguras kekayaan negri serta melumpuhkan anak negri sebagai bangsa jajahan selama tidak kurang dari 350 tahun.

Portugis pimpinan Alfonso de Albuerque menguasai Malaka dari tahun 1511 sampai dengan 1641. Dan terus menjajah Timor Timur dari tahun 1662 – 1975.

Inggris memulai penjajahannya di India pada tahun 1600. Kemudian kita melihat persaingan dalam Imperialisme kaum Eropa Nasrani itu saat memperebutkan wilayah – wilayah jajahannya di negri – negri muslim sepert manusia – manusia lapar mengerumuni makanan dalam pinggan (wadah) makanan. Ingatlah sabda Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam, bahwa akan datang kepada kaum Muslimin suatu zaman dimana musuh-musuhnya mengeroyok dari segala penjuru seperti orang – orang yang lapar berebut makanan dari pinggan, padahal kita berrjumlah besar (mayoritas).

Tanggal 2 Agustus 1492, 30.000 orang Yahudi direkayasa dengan diusir dari Spanyol. Dan pada keesokan harinya (3 Agustus), Christopher Columbus berangkat memimpin missi penemuan benua Amerika dengan dibiayai Ratu Issabela. Pelayaran itu membawa serta 5 Tokoh Yahidi yaitu : Louis de Torres sebagai penerjemah, Marco sebagai Perwira kesehatan, Bernall sebagai doker, Alonzo de la Calle dan Gabriel Sanches. Setelah sebelumnya tiga tokoh yahudi yang memiliki jabatan penting disekitar Ratu Issabella berhasil mempengaruhi sang Ratu, bahwa apa yang telah dikeluarkan semasa perang melawan Islam dan emas-emas yang dipakai membiayai ekspedisi akan dapat dikembalikan setelah mengeksporasi /menambang emas di negri-negri yang kan mereka jajah. Begitulah kemudian terjadi migrasi bersenjata besar-besaran kaum Yahudi dan bangsa Eropa kristen ke Amerika. Mulailah pembantaian suku bangsa asli benua Amerika yang disebut bangsa Indian oleh ‘Pengungsi–pengungsi’ bersenjata itu. Hingga sekarang bangsa Indian hanya bisa ditemukan dalam suaka – suaka budaya disana.

Kaum Penjajah itulah yang kemudian menjadi bangsa Amerika sekarang dan pada tahun 1776 di prokamasikan berdirinya negara federal, United States of America diatas bangkai – bangkai manusia dan penduduk asli benua itu. Kaum Indian bukan saja dirampas tanah air dan emas- emas mereka , namun juga kehilangan nyawa dan martabat mereka sebagai manusia merdeka.

Yang unik adalah data-data temuan baru yang selama ini disembunyikan, yakni bahwa ternyata sebagian bangsa Indian Amerika pada dasarnya adalah telah menjadi pemeluk Diinul Islam. Karena pasukan Islam telah sampai ke benua Amerika sejak tahun 889 M dengan dipimpin seorang navigator muslim asal Cordova, Spanyol bernama Khashshah Said bin Aswad. Dimana pada waktu itu, Cordova (Spanyol) berada dibawah kekuasaan pemerintah Khilafah Bani Umayyah. Jadi 600 tahun jauh sebelum Columbus mengklaim secara dusta menemukan pertama kali benua Amerika.

Ini adalah analisa yang bisa dipercaya karena kekuatan armada Khilafah Bani Umayyah II di Spanyol saat itu memang sangat besar dan luar biasa luas pengaruhnya. Hingga sangat tidak mustahil buat para pelaut di masa itu untuk mengarui samudera Atlantik. Apalagi adanya semangat jihad yang sangat tinggi untuk menyebarkan agama Islam seluruh penjuru dunia.

Dengan fakta ini, maka benua Amerika termasuk benua yang sudah sejak awal mengenal ajaran Islam. Sungguh luar biasa kemampuan para pelaut muslim saat itu. Dengan menyebrangi lautan Atlantic yang luas itu, mereka tercetat sebagai pasukan dakwah di antara pembawa agama Islam ke Amerika. Dan jarak waktunya terpaut 200-an tahun setelah Rasululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam wafat, dimana Islam dan kaum Muslimin berada pada era keemasan sejarahnya.

(3) Fase Upaya-upaya Pendirian Negara Yahudi di Palestina menuju Israel Raya

Pada tahun 1784, persekongkolan rahasia kaum Yahudi tingkat dunia terkuak oleh pemerintah Bavaria. Bahwa sejak tahun 1770, tokoh – tokoh Yahudi Jerman telah menemukan seorang tokoh pendeta Kristen yang murtad dan menjadi Atheis, Prof. Adam Weiz Howight, seorang Guru Besar Theologia pada Universitas Angold Stadt. Adam Weizt Howight ini diminta tokoh – tokoh Yahudi itu untuk meneliti kitab protokol tokoh-tokoh Zion Klasik kemudian menyusunnya kembali berdasarkan prinsip-prinsip modern sebagai langkah penguasaan dunia.

Pada Tahun 1896 di Berlin, Theodore Hertzl (1860-1904) menerbitkan dan mempublikasikan ide-ide tentang negara Yahudi (Der Judenstaat / Jewissh State ) yang intinya berisi seruan bagi orang – orang yahudi yang telah menyebar keseluruh benua di dunia melalui imperialisme dan telah berhasil menumpuk kekayaan dari emas serta membangun jaringan– jaringan Yahudi agar segera berkumpul membangun sebuah negara Yahudi. Ia telah memulai menyusun ideologi Zionisme sebagai gerakan politik kaum Yahudi yang sangat radikal untuk membentuk Negara Yahudi sejak berumur 22 tahun di kota Wina (tempat yang sama dengan dimana Adolf Hitler tumbuh dewasa).

Pada tanggal 29 Oktober sampai dengan 11 Nopember 1897, di kota Pall, Swiss diselenggarakan Konferensi Zionisme Internasional pertama yang secara terbuka merekomendasikan pendirian Negara Yahudi di Palestina. Untuk melicinkan jalan, Yahudi mencoba menyuap Sultan Abdul Hamid II sebagai Sultan Terakhir dari kekhalifahan Turki Utsmani yang menjadi wali atas Palestina, namun upaya ini ditolak mentah – mentah oleh Sultan. Bahkan beliau melarang menjual setiap jengkal tanah Palestina kepada Yahudi pada tahun 1901. Sultan Abdul Hamid II menolak mentah-mentah suapan yang ditawari Theodore Hertzl, yaitu :

1. 50 juta Dinar emas (senilai dengan 270 trilyun-an rupiah sekarang) untuk kantong pribadi Sultan sendiri.
2. Pengampunan sebagian besar Hutang Khilafah Utsmaniyyah.
3. Memperkuat dan membangun Armada Laut bagi Khilafah Utsmaniyyah.
4. Dibangunkan Universitas besar bagi Khalifah Utsmaniyyah dengan syarat nanti akan didirikan di Palestina.

Namun setelah pada tahun 1912 Sultan Abdul Hamid II terjungkal dan kekuasaan direbut oleh Partai Persatuan dan Kemajuan yang dipimpin seorang keturunan Yahudi Donma yakni Mustapha Kemal terkutuk. Secara bertahap dan licik, kekuatan Khilafah Turki Utsmani terus diperlemah dan dijauhkan pengaruh kekuasaannya dari bumi Palestina. Hingga antara tahun 1914-1917, terjadi beberapa peristiwa yang menjadi cikal bakal berdirinya Negara Yahudi yang mencita-citakan Israel Raya, yaitu:

1. Penguasa baru Turki (Mustapha Kemal) mencabut larangan Sultan Abdul Hamid II untuk menjual tanah Palestina kepada orang-orang Yahudi.
2. Jumlah kaum Yahudi yang berdiam di Palestina hingga tahun 1917 terus bertambah menjadi lebih dari 50.000 orang.
3. Perjanjian Sykes Picot lahir pada tanggal 9 Mei 1916 yang berisi pembagian wilayah Turki Utsmani dan pengalihan mandat perwalian bumi Palestina dari Khilafah Turki Utsmani kepada Imperium Inggris Raya.
4. Kemudian pada tanggal 2 November 1917 lahir pula Perjanjian Balfour (nama dari Mentri Luar Negri Inggris waktu itu, Lord Jims Athur Balfour) yang menyatakan secara terbuka soal Komitmen Imperium Inggris Raya untuk bekerja keras menyokong terwujudnya Negara Yahudi di Palestina.
5. Tanggal 8 November 1917, hanya dalam waktu kurang dari sepekan, armada perang Inggris Raya menganeksasi Al Quds dibawah pimpinan Jendral Allenby dan meletakkan kakinya yang najis itu keatas tanah kubur Sholahuddin Al Ayyubi, seraya berkata: “Hai Sholahuddin, sekarang Perang Salib telah usai (dan telah kami menangkan)!”

Kelompok-kelompok teroris bersenjata dari Yahudi kemudian menekan Inggris untuk merealisasikan Perjanjian Balfour yang berisi:

1. Mengatur masuknya pengungsi Yahudi ke Palestina secara besar-besaran.
2. Melatih kemiliteran bagi kaum Yahudi di kamp-kamp militer Inggris di Palestina.
3. Membekali persenjataan militer bagi kaum Yahudi.

Konspirasi Salibis dan Zionis pada tingkat dunia mewujud pada terbentuknya League of Nations (Liga Bangsa-bangsa) yang pada Konferensi di San Remo tahun 1920 memberi persetujuannya atas invasi dan aneksasi Palestina oleh Imperium Inggris Raya, padahal pendirian Liga Bangsa-bangsa ini semula ditujukan untuk menciptakan perdamaian dunia dan menghindari perang. Lembaga Dajjal Internasional inilah yang kemudian pada tahun 1945 berubah nama menjadi United Nations atau Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) hingga saat ini.

Sementara itu, didalam dunia Islam terjadi puncak pengkhianatan penguasa baru Turki yang melarang semua simbol religius dan pengamalan Islam termasuk penghapusan lembaga kekhalifahan Turki Utsmani pada tanggal 3 Maret 1924. Jadilah kelemahan luar biasa dalam diri kaum muslimin karena tidak lagi memiliki payung politik secara internasional, sehingga kam Zionis berhasil memproklamirkan berdirinya Negara Yahudi, Israel di bumi Palestina pada tanggal 14 Mei 1948.

(4) Fase Setelah Berdirinya Israel

1 hari setelah berdirinya Israel, yakni tanggal 15 Mei 1948, pecah Perang Arab melawan Israel. Namun kekuatan gabungan tujuh (7) negara-negara Arab yang terdiri dari Mesir, Suriah, Irak, Yordania dan lain-lain, tidak lagi menjadi kekuatan yang berarti karena sudah kehilangan ruh Islamnya. Bahkan pada tahun 1967, pasukan Arab mengalami kekalahan besar dengan jatuh dan dikuasainya Gurun Sinai, Tepi Barat Sungai Yordan, dataran Tinggi Golan dan Teluk Aqoba ketangan Israel.

Israel sebagai negara yang berdiri diatas dasar kebijakan terorisme abadi melanjutkan kemenangan demi kemenangannya hingga hari ini dengan metode genocida, pembantai dan pengusiaran sistimatis dan keji terhadap kaum muslimin Palestina, tercatat diantaranya:
Tanggal 14-15 Oktober 1953, tentara teroris Israel dengan nama Unit 101 dibawah Ariel sharon membantai 66 waraga sipil Palestina di desa Qibya, Yordania yang sebagian besarnya adalah wanita dan anak-anak.
Tanggal 31 Agustus 1955, dengan dipimpin langsung Ariel Sharon pasukan teroris Israel ini melakukan pambantaian di Khan Yunis dan bani Suhaela Mesir. Juga menyerbu wilayah Suriah dekat Danau Tiberias pada tahun 1956.

Tanggal 22 Juni sampai dengan 12 Agustus 1976, Israel mempersenjatai milisi Phalangis Kristen dan kemudian mengepung serta membantai tidak kurang dari 2.000 pengungsi muslim di Sabra dan Shatila.

Bahkan setelah pengkhianatan kaum nasionalis Mesir diwakili Anwar Sadat dengan menandatangani Perjanjian Camp David pada tahun 1979 dan penandatanganan perjanjian damai antara Yasser Arafat (PLO) dengan Yitzak Rabin (PM Israel) pada 13 September 1993 hingga sekarang pada era globalisasi informasi, pembantaian dan serangan pasukan terorisme Israel kepada warga sipil Palestina terus terjadi dan menjadi tontonan rutin. Dimana PBB dan Amerika hanya diam terpaku bahkan melakukan pembenaran atas tindakan biadab Israel itu sebagai hak pembelaan diri Israel dari ancaman dan serangan bangsa Palestina yang kemudian dituduh sebagai teroris oleh mereka.

(5) Fase Baru Penindasan Global terhadap Islam dan kaum Muslimin

Dunia Islam hingga kini terus dilanda berbagai persoalan internalnya ditengah penindasan dari pihak kuffar secara global, dimana intimidasi internasional yang paling berbahaya pada saat ini datang dari Amerika Serikat sejak serangan 11 September 2001. Agaknya inilah fase terberat yang harus dihadapi kaum muslimin ditengah kelemahan internalnya yang seakan tidak pernah bisa terpecahkan. Pasca perang Mujahidin Afghanistan-Militer Sovyet (1979) dunia berada pada arus yang sama untuk menghantam semua wilayah regional komunitas muslim dengan satu kode: Perang Melawan Mujahidin Islam dengan tuduhan Terorisme Global!

Ketahanan sebagai Wujud dan Batas Akhir Eksistensi

Dalam fiqh Islam, Jihad sebagai puncak pengabdian yang menjadi tulang punggung Ummat Islam terbagai menjadi 2 (dua) bagian yakni: Jihad Thulabi (ofensif) dan Jihad Difa’i (defensif). Ketika wujud kedaulatan kaum muslimin, maka jihad thulabi hukumnya menjadi fardhu kifayah. Sedangkan ketika musuh menyerang maka jihad difa’i hukumnya menjadi fardhu ‘ain bagi seluruh kaum muslimin. Rincian fiqihnya tidak kita bahas disini, yang ingin kami sampaikan bahwa Jihad adalah aktualisasi ketahanan kaum muslimin yang mana ketiadaan Jihad mengakibatkan matinya tubuh kaum muslimin dan hancurnya eksistensi mereka. Karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala sendiri menyebut seruan jihad sebagai sesuatu yang menghidupkan. Perhatikan firmanNya:

“ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu[2] ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.” (QS Al Anfaal: 24-25)

Bahkan dari ayat diatas, Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak menjamin bahwa orang-orang yang meninggalkan seruan Jihad akan selamat dari azab Alloh ketika IA akan mengazab orang-orang zalim secara menyeluruh.

Kelompok kaum muslimin dari ahlul Ilmi dan ahlul Jihad yang mampu melakukan perlawanan bersenjata di medan-medan Jihad hari ini di seluruh dunia hingga mampu menyerang posisi dan kepentingan musuh Islam di negri-negri mereka adalah kelompok yang disebut sebagaimana sebutan dalam banyak hadits tentang Thoifah Manshuroh. Dari mereka yang masih hidup dan melanjutkan perlawanan betul-betul hidup badan dan imannya, bahkan ketika mereka mendapatkan kesyahidan, merekapun hidup disisi Rabb-nya dengan dilimpahi rizqi yang mulia.

Alloh Azza wa Jalla memuliakan para Mujahidnya itu di medan-medan Jihad dengan kedatangan musuhnya yang membawa segenap persenjataan dan harta benda dimana semua itu bisa menjadi rampasan perang yang akan membiayai hidup dan jihad mereka. Jadi hidup untuk jihad dan Jihadpun menghidupi mereka dengan mulia !

Rasululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, dijadikan rejeki ku di bawah naungan tombak ku. Dan kehinaan terhadap siapa saja yang menyelisihi urusanku.” (HR. Ahmad)

Perhatikanlah nasib kaum muslimin yang meninggalkan Jihad dengan sederetan alasan dan dalil-dalil yang diselewengkan, mereka memang tidak didatangi dan dibantai oleh persenjataan musuh Islam tapi mereka dihujani dengan bom-bom kesesatan berbentuk aliran menyimpang dan ranjau-ranjau kemaksiatan hingga disibukkan perhatian dan waktunya hanya untuk sekedar cari makan. Jadilah hidup yang tersesat, dimana hidup untuk (cari) makan dan harga dirinyapun jatuh lebih rendah dari hewan yang biasa mereka jadikan tunggangan. Hidup Cuma Sekali Tersesat Lagi !

Maka bagi kita yang belum dimuliakan dengan Jihad hendaknya membangun ketahanan diri dan kelompok dari infiltrasi penyimpangan iman. Kaum muslimin Suriah tampaknya dirahmati Alloh Jalla wa ‘Alaa dengan bangkitnya Mujahidin Ahlus Sunnah melawan tirani Syiah Nushairiyah yang berkoalisi dengan Syiah Imamiyah dari Iran, Irak, Yaman dan Libanon serta aliansi Komunis China dan Rusia. Hikmah yang begitu mahal dan harus dibayar dengan pembantaian keji Rezim Basyar Asad terhadap ribuan pemuda, orangtua, wanita bahkan anak-anak balita. Namun itulah hukum perubahan, semoga Alloh menguatkan kaum Muslimin Suriah dan memenangkan para Mujahidin mereka serta menyatukan hati, jiwa dan (insya Alloh) fisik kita dengan mereka yang bangkit dalam kemuliaan jihad !

Revolusi Iran: False Flag Perlawanan Islam

Dalam sebuah taklim di Masjid Darussalam, Komplek Tugu Asri Depok, Sabtu Malam (14/1/2012), pengamat Syiah Prof DR. H. Mohammad Baharun, SH, MA mengaku heran, jika banyak umat Islam terkagum-kagum dengan Revolusi Iran. Ia mempertanyakan, apakah benar Revolusi Iran itu Revolusi Islam? Kenyataannya, sejarah mencatat, Revolusi Iran justru memakan anak kandungnya sendiri. Revolusi tersebut mengorbankan ratusan manusia, mulai dari anak-anak, wanita, hingga orang tua.

“Di Syiah, banyak kita temukan antagonism (standar ganda, pen.). Politik Luar Negeri yang dipropagandakan Syiah adalah anti AS. Di awal revolusi, Iran sangat anti AS dan anti Rusia, lalu dalam perkembangannya tinggal anti AS saja, dengan Rusia, Iran bisa bersahabat. Suatu ketika, bisa saja , Iran menjadi anti Rusia, kemudian berkompromi dengan AS. Itu terbukti, ketika perang Iran-Irak I, dimana Iran membeli senjata dengan AS dan Israel. Kasus itu dikenal dengan sebutan Iran Gate.”[3]

Arie Al Fikri seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Politik UMJ menulis tentang Gerakan Transnasional Syiah Shafawiyah[4] sebagai berikut kutipannya:

DR Muhammad Bassam Yusuf (penulis buku Menyingkap Konspirasi Besar Zionis-Salibis dan Neo Syiah Shafawis terhadap Ahlussunnah di Semenanjung Arabia), mensinyalir adanya aliansi strategis antara gerakan Syi’ah di Timur Tengah. Aliansi tersebut melibatkan Iran, Hizbullah, Suriah, dan kelompok Syi’ah di Irak.

Kasus kemarahan pemimpin Suriah Basyar Al-Asad terhadap pemerintah Lebanon diikuti oleh mundurnya 5 menteri Syi’ah dari Hizbullah menunjukkan adanya keterkaitan antara Hizbullah dan Suriah. DR Bassam Yusuf menulis adanya pertemuan di Damaskus tahun 2007 antara Iran dan Suriah untuk membentuk aliansi strategis yang didalamnya turut pula bergabung kelompok Hizbullah. Aliansi strategis gerakan Syi’ah ini disebut dengan proyek kebangkitan Syi’ah Shafawis. Aliansi yang ingin mengembalikan kejayaan dinasti Shafawiyah dan Fathimiyah dalam menguasai kekuasaan di semenanjung Arab dan Afrika.

Berikut adalah beberapa fenomena Proyek Shafawistik ini:

1. Adanya gerakan dan upaya pembersihan etnis dan mazhab Sunni Arab di Irak seiring dengan upaya pengisoliran terhadap mereka di wilayah Selatan Irak. Ditambah lagi dengan seruan untuk membagi kawasan Irak berdasarkan kelompok aliran, serta mendorong pasukan Amerika Serikat untuk terus melakukan penangkapan, penawanan, pembunuhan, penghancuran dan pembersihan terhadap kaum Sunni, terhadap mesjid-mesjid, lembaga-lembaga, dan juga gerakan-gerakan Sunni.

2. Keterlibatan kaum Persia Shafawis di Irak dengan kerjasama yang sangat sempurna dengan pimpinan tertinggi kaum Syiah di Irak, khususnya yang memiliki ras Persia. Dan itu diwujudkan dalam bentuk kerjasama intelejen, militer, ekonomi, politik dan agama, dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat baik secara militer dan logistik.

3. Keterlibatan kaum Persia Shafawis di Suriah untuk mengerahkan gerakan Syi’ahisasi terhadap Muslim Sunni. Selain itu adanya pemberian kewarganegaraan Suriah kepada para keturunan Persia dan warga Syiah Irak oleh pemerintah Suriah. Dan jumlah mereka hingga saat ini telah melebihi 1.000.000 jiwa. Mayoritasnya bermukim di Propinsi al-Sayyidah Zainab dan sekitarnya di Damaskus.
Menonjolnya upaya-upaya pemalsuan yang sangat vulgar dalam perhitungan demografis terhadap rakyat Suriah. Dan bukti yang paling jelas atas itu adalah studi-studi fiktif yang dipulikasikan oleh Intelejen Suriah bahwa masyarakat Suriah adalah masyarakat minoritas, dan prosentase Sunni dari keseluruhan jumlah masyarakat Suriah itu hanya 48%. Padahal, rakyat Suriah secara mayoritas mutlak terdiri dari Sunni, dan ini adalah sebuah fakta yang terlalu jelas di Suriah.

5. Kesepakatan dan konspirasi bersama dengan kekuatan Amerika Serikat. Publikasi oleh pimpinan spiritual tertinggi Syiah di Irak, berupa fatwa-fatwa yang mengharamkan perlawanan terhadap Amerika Serikat dan melabeli kaum Sunni mereka label teroris. Dan semua itu dilakukan seiring dengan upaya-upaya dusta mereka yang seolah mendorong perlawanan terhadap Amerika hingga negara Irak merdeka.

6. Semakin meningkatnya upaya-upaya penangkapan yang dilakukan oleh Pemerintah Suriah terhadap warga Arab Iran (al-Ahwaz) yang mencari perlindungan ke Suriah sejak puluhan tahun yang lalu. Tidak hanya itu, sebagian tokoh perlawanan al-Ahwaz (Khalil ibn ‘Abd al-Rahman al-Tamimy dan Sa’id ‘Audah al-Saky) kemudian diserahkan kepada pihak Intelejen Iran.

Fenomena di atas menunjukkan sikap yang bertentangan dengan “politik pencitraan” Iran dan Hizbullah (bagian dari aliansi Syi’ah Shafawis) yang dikenal vokal terhadap Amerika Serikat dan Israel. Keterlibatan Iran dan Hizbullah dalam aliansi Syiah Shafawis merupakan sisi lain wajah Iran dan Hizbullah sebagai ikon perlawanan Dunia Islam. Sebuah kenyataan yang jarang diekspos dan hanya ada di “dunia balik layar”. Untuk menarik simpati dunia dan agar diterima sebagai bagian dari Dunia Islam, gerakan Syiah Shafawis ini menjadikan isu Palestina sebagai komoditas politik. Demikian tulis mahasiswa yang semoga selalu mendapat taufiq dan hidayah dari Alloh Azza wa Jalla. Amin.

Sikap JAT terhadap Syiah

Dalam madah Aqidah dan manhaj JAT sebagai dokumen resmi jama’ah, nomor 9 tentang Shahabat ridhwanulloh ‘alaihim ajma’in (dimana kalangan Syiah selalu berupaya dengan berbagai cara hina dan keji memecah belah mereka) berbunyi:

“ Kami ridlo dengan seluruh sahabat dan wajib mengikuti jejak mereka, mereka itu semuanya ‘uduul dan kami tidak mengatakan mengenai mereka selain yang baik-baik. Mencintai mereka itu hukumnya wajib bagi kami dan membenci mereka itu merupakan kemunafikan bagi kami. Dan kami menahan diri terhadap apa-apa yang mereka pertikaikan di antara mereka, yang dalam hal itu mereka melakukan ijtihad, dan mereka adalah sebaik-baik generasi. “

Inilah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sementara kalangan Syiah dan para pembebeknya dimanapun termasuk di negri ini dengan diam-diam atau terang-terangan mencaci maki sebagian Shahabat dan mengagung-agungkan yang lainnya untuk menghancurkan alur shohih Diinul Islam. Dengan begitu, kaum Syiah berharap bisa ragu terhadap Diinul Islam yang dianut para Salafus Sholeh dan mereka menyuntikan paham nista mereka kepada kaum muslimin yang akan dijadikan sebagai tonggak dan kayu bakar revolusi Syiah yang menipu.

Dalam madah yang sama nomor ke- 2 dengan tegas dan keras, JAT menyatakan:

“Kafir murtad itu lebih berat daripada kafir asli berdasarkan ijma’. Kafir murtad itu antara lain golongan Syi’ah Rafidhah yang meyakini adanya Qur’an lain yang disebut dengan mushaf Fathimah dan mengkafirkan para sahabat kecuali beberapa orang saja dan Ahmadiyyah yang mengaku adanya nabi setelah nabi Muhammad shollallohu ’alaihi wa sallam.”

Hakekat Syiah (Rafidhoh)

Syaikh Abdurrahman bin Hasan rohimahulloh (pengarang Kitab Fathul Majid) menyatakan bahwa Rafidhah sebagaimana yang selainnya (dalam firqoh Syiah) meninggalkan apa yang ditunjukkan Al-Qur’an berupa larangan berdo’a kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka mengerjakan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Larang dan meyakini bahwa syirik besar ini termasuk pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang paling agung. Sehingga merekapun menundukkan diri di sisi para penghuni kubur dan mengagungkannya dengan bentuk pengagungan yang tidak pernah dilakukan oleh orang sebelum mereka. Mereka mengorbankan harta paling berharga yang mereka miliki untuk penghuni kubur itu, memberikan wakaf dalam jumlah besar untuk mendekatkan diri kepadanya, dan menyembelih banyak sembelihan untuknya. Mereka mengagumgkan para juru kunci kubur itu sebagai bentuk pengagungan terhadap penghuni kubur. Mereka berdatangan dari jauh dan berkumpul di kuburan, kenudian menamakan perjalanan untuk beribadah di sana sebagai haji. Dan berbagai kesyirikan nyata yang lain, yamg terlalu banyak untuk disebutkan, yang semuanya tidak akan Allah swt ampuni.

Bersamaan dengan hal itu, mereka menyimpangkan nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, sejalan dengan Jahmiyyah dan semisalnya. Mereka menyelisihi Ahlus Sunnah dalam banyak sunnah. Ibnul Muthahhir menulis sebuah kitab yang membela kelompok ini. Dia menyebutkan banyak kesyirikan dan kesesatan mereka. Namun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah membantahnya dalam kitab beliau yang diberi nama Minhajus Sunnah dalam beberapa jilid yang besar. Sehingga kitab beliau ini menjadi bendera bagi ahli tauhid dan hujjah yang menghujat penyimpang dari kalangan ahli bid’ah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala Merahmati Syaikhul Islam. Beliau telah memenangkan Ahlus Sunnah dengan bantahan beliau terhadap para pelaku bid’ah.

Kelompok (Syiah) ini, sekalipun menurut pengakuan mereka terdiri dari 12 firqah, namun kesyirikan dan bid’ah itulah yang mendominasi mereka. Meskipun sebagian mereka berprasangka bahwa diantara mereka ada firqah yang hanya berbuat bid’ah dalam hal mengutamakan ‘Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakr dan ‘Umar semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai mereka semua, namun saya tidak yakin mereka selamat dari bid’ah-bid’ah lainnya.

Rafidhah adalah kelompok Pertama yang Mengada-adakan Syirik dalam Tubuh Umat Islam

Yang pertama kali memunculkan syirik dalam tubuh umat Islam ialah kelompok ini. Karena mereka meyakini adanya sifat ketuhanan pada diri Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib Rodhiyalohu ‘anhu. maka ‘Ali Rodhiyalohu ‘anhu. memerintahkan menggali lubang yang banyak,memenuhinya dengan kayu bakar,lalu menyalakan api besar disana, kemudian melemparkan mereka ke dalamnya.

Di antara mereka adalah Zaidiyyah yang berada di Shan’a dan Yaman. Mereka ini juga mempunyai banyak bid’ah, namun mereka mngambil sebagian pendapat Ahlus Sunnah dan membaca kitab Ahlus Sunnah. Di antara mereka ada yang cenderung kepada pendapat Ahlus Sunnah, bahkan ada yang kenbali pada pendapat Ahlu Sunnah.

Adapun penduduk wilayah timur dari kalangan Syi’ah, tidak satupun dari mereka ada yang mengikuti ideologi Ahlus Sunnah. Merekalah orang pertama yang memunculkan bid’ah membangun di atas kuburan ahli bait sebagaimana telah di jelaskan. Yaitu tatkala Bani Bawiyah memegang kekuasaan di wilayah timur pada masa ke khalifahan Bani ‘Abbas.

Ketika Al-Mutawakkil menjadi khalifah, beliau memerintahkan untuk menghancurkan masjid yang di bangun di atas kuburan Al- Husain. Peristiwa ini di hadiri oleh Al-Imam Ahmad dan ahli hadits, lalu mereka memuji tindakkan Al-Mutawakkil ini. Karena para ulama memang berfatwa demikian.

Inilah keadaan Rafidhah yang sudah mahsyur dan diketahui oleh kaum muslimin. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala keselamatan, pemaafan, dan ‘afiyat/kesehatan di dunia dan akhirat.

Maka peduli Muslimin Suriah tidak bisa dilepaskan dari sikap waspada terhadap Syiah, ambilah pelajaran wahai orang-orang yang berakal ! Wallohu Ta’ala A’lam !
sumber